Translate

Sabtu, 17 Mei 2014

akhlaq



KONSEP BAIK DAN BURUK
Makalah  ini disusun guna melengkapi tugas :
Mata Kuliah                 :  Ilmu Akhlak







Disusun oleh:

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013

 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pada pembahasan bab yang telah  lalu, sering kali kata baik dihubungkan dengan buruk. Sepertinya dua kata ini tidak dapat terpisah jauh-jauh. Selalu bertautan walaupun memiliki arti yang berlawanan (antonim).
            Sebagai contoh, dalam  penilaian medis dikatakan  seseorang  itu sehat atau  tidak sehat. Seseorang dikatakan  tidak sehat biasanya karena ada bagian tubuhnya yang tidak berfungsi dengan semestinya yang  menjadikan  ia dikatakan sakit. Maka bisa dikatakan  bahwa sehat berlawanan dengan sakit. Sehat berarti tidak adanya sakit, begitu juga dengan kata baik dan buruk. Baik berarti tidak adanya sesuatu yang disebut buruk.
            Lalu, bagaimana hubungan antara baik dengan buruk? Berikut akan dijelaskan beberapa keterangan tentang konsep baik dan buruk dalam  ilmu akhak. Selamat membaca.
B.     Rumusan masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, sekiranya perlu untuk merumuskan beberapa masalah yang akan dikaji dalam makalah ini:
·         Bagaimanakah pengertian baik dan buruk?
·         Apa saja ukuran penentuan baik dan buruk?
·         Bagaimana sifat baik dan buruk menurut ajaran islam?
·         Apa yang dimaksud perasaan berakhlak atau kesadaran moral?
·         Dan bagaimana pandangan aliran tertentu mengenai konsep baik dan buruk?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN BAIK DAN BURUK
1.      Pengertian Baik
            Dari segi bahasa baik adalah  terjemahan dari kata khair dalam  bahasa Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Penulis mengutip beberapa pendapat mengenai pengertian baik dari buku  Akhlak Tasawuf  karangan Dr. Abuddin Nata, beliau menyebutkan pengertian baik menurut Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid, yakni yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Sementara itu, masih bersumber  pada buku yang sama, mengutip dari Ensiklopedi Indonesia, bahwa yang baik adalah sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Ada sebuah pendapat lain yang mengatakan bahwa secara umum yang disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang di inginkan yang di usahakan,dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik,jika tingkah laku tersebut menuju kesempurnaan manusia[1].
            Beberapa kutipan tersebut di atas menggambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu  yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Definisi kebaikan tersebut terkesan antroposentris yakni, memusat dan bertolak dari sesuatu yang menguntungkan dan membahagiakan manusia. Pengertian baik yang demikian tidak ada salahnya karena secara fitrah manusia memang menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya.[2]
2.      Pengertian Buruk
            Mengetahui sesuatu yang baik seperti telah disebutkan diatas, akan mempermudah dalam mengetahui pengertian sesuatu yang buruk. Karena kedua kata ini memang berhubungan erat sedangkan maknanya yang berkebalikan.[3] Dalam bahasa arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik yang tidak seperti seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi, keji,jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela. Dengan demikian yang di katakan buruk adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
Kalau sesuatu (tindakan etis) tidak baik, maka tindakan tersebut dapat dikatakan buruk. Derajat keburukan kadang berbeda-beda, ada yang agak buruk, buruk, atau buruk sekali. Tetapi hal itu disebut buruk karena tidak adanya baik. Ternyata buruk itu sesuatu pengertian yang negatif pula, bukan hanya karena tindakan yang dinilai buruk melainkan karena tidak adanya baik yang seharusnya ada.[4]
            Beberapa devinisi tersebut memberi kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif sekali, karena bergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya (bersifat subjektif).
B.     PENENTUAN BAIK DAN BURUK
Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, berkembang pula patokan yang digunakan dalam menentukan baik dan buruk. Banyak pendapat dari para ahli filsafat yang merumuskan penentuan baik dan buruk. Diantaranya yaitu menurut Prof.Poedjawijatna yakni pandangan filsafat mengenai baik dan buruk menurut paham hedonisme, utilitarisme, vitalisme, religiousisme, dan humanisme.[5] Sementara itu, pendapat Asmaran As yang dikutip oleh Dr. H. Abuddin Nata menyatakan bahwa ada empat aliran filsafat yang merumuskantentangbaikdanburuk,yaituadatkebiasaan, hedonisme, intuisi, dan evolusi.
Dari beberapa kutipan diatas tampak saling berhubungan dan saling melengkapi satu sama lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk ini adalah aliran adat istiadat (sosialisme), hedonisme, intuisisme (humanisme), utilitarianisme, vitalisme, religiouisme dan evolusisme.[6]
C.    SIFAT BAIK DAN BURUK MENURUT AJARAN ISLAM
Pada pokok bahasan ini, penulis merumuskan sifat baik dan buruk dalam pandangan islam bersumber dari satu buku, Akhlak Tasawuf dari Prof. Dr. H. Abuuddin Nata:
Menurut ajaran Islam, penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadis. Jika kita perhatikan Al-Qur’an maupun Al-Hadis dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu pada baik, dan ada pula istilah yang mengacu pada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya Al-hasanah, toyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah dan al-birr.
Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istialah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau di pandang baik. Lawan dari al-hasanah adalah al-sayyiah. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenangan, sedangkan yang termasuk Al-sayyiah misalnya kesempitan, kelaparan dan keterbelakangan.
Adapun kata al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan kelezatan pada panca indera dan jiwa, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Lawannya adalah al-qabihah artinya buruk.
Selanjutnya kata Al-khair digunakan untuk menunjukan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti barakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat. Lawanya adalah Al-syarr.
Adapun kata Al-mahmudah digunakan untuk menunjukan sesuatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT. Dengan demikian kata al-mahmudah lebih menunjukan pada kebaikan yang bersifat batin dan spiritual.
Selanjutnya kata Al-karimah digunakan untuk menunjukan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang di tampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Adapun kata Al-birr digunakan untuk menunjukan pada yang baik. Kata tersebut terkadang di gunakan sebagai sifat Allah, dan terkadang  juga  untuk sifat manusia.
Berbagai istilah yang mengacu kepada kebaikan itu menunjukan bahwa kebaikan dalam pandangan islam meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan kesejahteraan di akherat serta akhlak yang mulia. Untuk menghasilkan kebaikan yang demikian itu islam memberikan tolak ukur yang jelas, yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu di tujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan ikhlas, serta dengan niat yang baik dan cara melakukan perbuatan itu baik pula.
Baik dalam islam juga adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah. Namun demikian, al-Qur’an dan Al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau tertutup. Kedua sumber tadi bersikap terbuka untuk menghargai bahkan menampung pedapat akal pikiran, adat istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia, dengan catatan semuanya itu tetap sejalan dengan petunjuk al-Qur’am dan al-Sunnah. Ketentuan baik-buruk yang terdapat dalam etika dan moral dapat digunakan sebagai sarana atau alat untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang ada dalam al-Qur’an.[7]



D.    KESADARAN MORAL ATAU PERASAAN BERAKHLAK
Salah satu hal penting yang diselidiki oleh para ahli ilmu etika adalah tentang pokok perasaan kita yang mengenai akhlak. Penulis mengutip dari buku Etika Ilmu Akhlak karya Prof.Ahmad Amin ,”Kami menetapkan hukum mengenai perbuatan kita, ada yang berakhlak dan ada yang tidak berakhlak. Dikatakan perbuatan berakhlak apabila sesuai dengan yang diperintahkan oleh akhlak.[8] Lalu, dari manakah sumber hukum perasaan berakhlak tersebut? Apakah kekuatan jiwa yang memunculkan perasaan berakhlak, mengenai bagaimana perbuatan yang baik dan buruk, haq dan bathil, atau bahkan bersumber dari dorongan hati? Karena terkadang kita melihat ada perbuatan/kebiasaan yang dianggap baik oleh suatu bangsa pada masa tersebut, namun dianggap buruk oleh bangsa lain atau pada masa yang berbeda.
Ada beberapa pendapat ahli filsafat yang kami kutip dari buku yang sama karya Prof. Ahmad Amin mengenai kesadaran moral atau perasaan berakhlak:
1.      Segolongan berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting yang dapat membedakan antara haq and bathil, baik dan buruk, berakhlak atau tidak. Yang mana kekuatan ini terkadang berbeda pada tiap-tiap manusia. Manusia mempunyai semacam ilham yang dapat membedakan atau mengenal nilai baik buruknya sesuatu. Menurut golongan ini, ilham tersebut didapatkan oleh manusia ketika melihat sesuatu, ia dapat merasakan sesuatu itu baik atau buruk meskipun tidak belajar ilmu pengetahuan atau menerima pendapat orang lain mengenai hal  tersebut. Kekuatan ini adalah insting, bagian dari tabiat manusia yang diberikan oleh Tuhan untuk  membedakan hal yang baik dan buruk.
2.      Segolongan lain berpendapat bahwa sebenarnya kekuatan akhlak yang dapat mengenal baik dan buruk itu tak lain dan tak bukan kecuali pengalaman. Orang atau bangsa yang selalu mengadakan percobaan dan mencari pengalaman, tentu membawa perubahan besar dalam buah pikirannya mengenai akhlak. Karena luasnya lingkaran pengetahuan dan banyaknya pengalaman-lah yang menjadikan pikiran manusia dapat berkembang. Sedangkan pemberian hukum terhadap perbuatan berakhlak tersebut karena melihat maksud dan tujuan perbuatan tersebut dan sifat pendorongnya, bukan karena sifat yang ada pada diri kita.[9]

E.     PENGERTIAN BAIK DAN BURUK MENURUT PAHAM /ALIRAN TERTENTU.
Dibawah ini penulis mencoba merangkum beberapa pendapat aliran tertentu mengenai pengertian baik dan buruk.
1.                  Hedonisme
Hedonisme adalah aliran filsafat yang tergolong tua, karena berakar pada pemikiran Filsafat Yunani, khususnya pemikiran Epicurus (341-270 SM). Menurut aliran ini, hal-hal yang dipandang baik adalah sesuatu yang mendatangkan kenikmatan dan kelezatan nafsu biologis. Dan sebaliknya, yang dikatakan buruk bila sesuatu tidak bermanfaat untuk memuaskan nafsu.[10] Dalam perkembangannya,aliran ini terbagi menjadi dua corak, yaitu:
·           Egoistic hedonism (Hedonisme perorangan)
·           Socialist hedonism (Hedonisme sosialis).
2.                  Utilitarisme
Yang baik adalah yang berguna, demikianlah ukuran baik bagi penganut aliran yang disebut utilitarisme (utilitis=berguna). Kalau ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat (negara) maka disebut sosial.[11]
            Paham penentuan baik buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan perhatian di masa sekarang.Pada abad sekarang kini kemajuan dibidang teknik semakin meningkat, dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya.[12] Hal ini terkadang cenderung ekstrim dan melihat kegunaan hanya dari segi materialistik saja. Namun demikian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya berhubungan dengan materi, melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa diterima. Dan kegunaan bisa juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Rasulullah misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang memberi manfaat pada yang lainnya. (HR.Bukhari).[13]
3.                  Vitalisme
Aliran vitalisme berpendapat bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukan orang lain yang lemah, manusia yang kuasa itulah manusia yang baik.[14]
Walaupun aliran ini terlihat janggal atau aneh karena mengidentikkan pada binatang, hukum rimba= siapa yang menang itulah yang baik. Namun sejarah mencatat, telah banyak filsuf dan orang-orang penguasa yang mempraktekkannya. Kolonialisme serta diktator tak lain adalah buah pengaruh dari anggapan vitalisme.
4.                  Religiousisme
Menurut paham ini hal yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting.
Ir. Poedjawijatna dalam bukunya Etika Filsafat Tingkah Laku mengatakan bahwa aliran ini merupakan aliran yang paling baik dalam praktek. Namun, masih terdapat keberatan dari aliran ini, yaitu ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk tersebut.[15]
            Seperti kita ketahui bahwa di dunia ini terdapat bermacam macam agama, dan masing masing agama menentukan baik dan buruk menurut ukurannya masing-masing. Agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen dan Islam, misalnya, masing-masing memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baik dan buruk yang berbeda-beda. Hal inilah yang disebut ketidak umuman dari penentuan baik dan buruk ini.
5.                  Sosialisme
          Menurut aliran sosialisme (adat istidat) baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku, dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk.
            Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasakan adat istiadat ini betolak dari anggapan karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka masyarakatlah yang menentukan baik buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya.
            Poedjawatna kembali mengatakan, bahwa aliran ini banyak mengandung kebenaran tetapi kurang memuaskan karena tidak umum. Seringkali suatu kebiasaan di anggap baik oleh suatu kelompok tetapi tidak di anggap baik oleh kelimpok lain. Hal ini bisa dimaklumi karena adat istiadat pada hakikatnya produk budaya manusia yang sifatnya nisbi dan relatif.[16]
6.                  Intuisisme ( humanisme )
            Menurut aliran itu yang baik ialah yang sesuai dengan kodrat manusia yaitu kemanusiaannya. Menurut paham ini perbuaatan yang baik adalah  perbuatan yang sesuai dengan yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. 
            Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik atau buruk dengan sekilas atau melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atausering disebut juga kekuatan hati adalah merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada pada diri setiap orang.
            Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada pada jiwa manusia tidak terambil dari keadaan diluarnya, kita diberinya kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan buruk sebagaimana kita diberi mata untuk melihat dan diberi telinga antuk mendengar.[17]
7.                  Evolusi
            Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini mengalami evolusi yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat ataudiraba oleh indera seperti akhlak dan moral.
            Herbert Spencer salah seorang ahli filsafat inggris yang berpendapat evolusini mengaatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana ,kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat cita cita itu dan buruk bila jauh dari padanya.Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita cita .Cita-cita menurut paham ini adalah kesenangan dan kebahagiaan.






BAB III
PENUTUP
A.    ANALISA
            Konsep baik dan buruk merupakan bahasan yang tidak bias terlepas dari ilmu akhlak yang objek kajiannya adalah perbuatan manusia. Perbuatan manusia dapat digolongkan baik atau buruk, tergantung dari cara pandang penilaiannya. Para filsuf terdahulu mengutarakan pendapat mereka dengan pemikiran masing-masing pada zaman ia hidup.
            Jauh hari sebelum itu, islam telah memberikan definisi tentang bagaimana baik dan buruk itu. Sesuatu yang baik adalah sesuatu yang sesuai dengan perintah Allah, dan sesuatu yang buruk itu semua yang bertentangan denganNya. Namun demikian, islambukan agama yang tertutup. Islam menghargai pendapat-pendapat mereka yang berfilsafat selagi tidak bertentangan dengan hukum Allah.

B.     SIMPULAN
            Beberapa pembahasan mengenai baik dan buruk yang telah tersebut diatas sekiranya dapat dimbil kesimpulan yakni:
·         Sesuatu yang baik adalah sesuatu yang disenangi pribadi manusia, memberikan kedamaian, kebahagiaan dan ketenangan. Hal itu merupakan kodrat manusia yang sejatinya selalu ingin berbuat baik, suka terrhadap kebaikan.
·         Sedangkan sesuatu yang buruk adalah lawan dari baik, tidak disenangi manusia, yang tidak di inginkan, bahkan terkadang dihindari.
·         Hal yang baik menurut agama islam ialah yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah, yang telah di contohkan Rasulullah semasa hidupnya. Tidak bertentangan denganNya, senantiasa hidup di jalan Allah.
·         Beberapa pendapat ahli filsafat tentang konsep baik dan buruk yang disebutkan diatas sebagai bahan bacaan dan untuk memperkaya khazanah keilmuan kita.



DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2011. AkhlakTasawuf . Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada.
Poedjawidjwtna. 1996.Etika Filsfat Tingkah Laku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Amin, Ahmad. 1995. Etika (Ilmu Akhlak) dari judul asli Al-Akhlaaq. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Mahjuddin. 2010. Akhlak tasawuf II. Jakarta: KALAM MULIA.


[1] Abuddin Nata, AkhlakTasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 104
[2] Ibid, hlm. 104-105
[3] Poedjawijatna, Etika Fillsafat Tingkah Laku, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hlm. 37
[4] Ibid, hlm. 38
[5] Ibid, hlm. 44-50
[6] Abuddin Nata, Op.cit., hlm.106
[7] Ibid., hlm. 119-127
[8] Ahmad Amin. Op.cit,, hlm. 84
[9] Ibid., hlm. 85-86
[10] Mahjuddin, Op. cit., hlm. 41
[11] Poedjawijatna, Op. cit., hlm. 45
[12] Ibid.
[13] Abuddin Nata, Op. cit., hlm. 115
[14] Ibid., hlm. 46
[15]Ibid., hlm. 47
[16] Abuddin Nata, Op.cit., hlm.109
[17]Ibid.,hlm.111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent

Comments

About