Translate

Jumat, 15 November 2013

makalah

BAB I
PENDAHULUAN

   A.     Latar belakang Masalah
Ilmu ini membantu umat Islam untuk mengetahui sahnya dalam beribadah dengan sebenar-benarnya.
Dalam pembahasan kali ini, akan menjelaskan beberapa dari berbagai ilmu yang ada dalam ilmu fiqih.
Ilmu fiqih merupakan suatu ilmu yang tinggi nilainya, besar pengaruhnya dan kita sangat memerlukannya dalam keseharian. Seseorang tidak akan sah ibadahnya dalam kesehariannya kalau tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang ilmu fiqih ini.
Dalam makalah ini dijelaskan tentang wanita lain, keawjiban oarang yang akan lakukan sholat, najis beserta ‘aurat.


    B.     Rumusan Masalah
1.      Mendefinisikan wanita lain.
2.      Mendefinisikan keawjiban seoarang mutawadhi’ yang akan lakukan sholat.
3.      Mendefinisikan najis.
4.      Mendefinisikan ‘aurat.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      المرأة الأجنبية  ( Wanita Lain )
Wanita lain yaitu suatu perempuan yang tidak haram lagi untuk dinikahi atau dengan kata lain yakni dangan, bahwa wanita itu boleh untuk dinikahi.
Diantara wanita yang boleh dinikahi antara lain:
·         Wanita atau perempuan yang berbeda nasab (bukan saudara kandung)
·         Wanita atau perempuan yang bukan saudara sesusuan
·         Bukanlah mertua

B.        يلزم المتوضيء اذا اراد ان يصلي (Kewajiban Mutawadhi’ Ketika Akan Melakukan Sholat)
Diantara syarat-syarat ataupun kewajiban mutawadhi’ ketika akan lakukan sholat yakni:
·         Suci, baik tempat maupun pakaian dari najis
·         Menutup ‘aurot
·         Menghadap qiblat
·         Mengetahui telah masuknya waktu akan sholat tersebut[1]

C.       النجاسات  (Najis)
Najis ialah segala sesuatu yang menjijikan ataupun kotoran yang bagi setiap muslim wajib menyucikan diri dari padanya dan menyucikan apa ang dikenainya.
Macam-macam benda najis:
                          1.       Bangkai,ialah yang mati secara begitu saja artinya tanpa disembelih menurut kententuan agama, kecuali bangkai manusia.
                       2.         Darah, baik itu darah yang menglir ataupun tertumpah, misalnya dari hewan yang disembelih atapun darah haid tetapi dimaafkan kalau hanya sedikit.
                       3.         Daging babi dan anjing
                       4.         Muntah-muntahan
                       5.         Air kencing
                       6.         Kotoran manusia.[2]
Pembagin najis dan cara menghilangkanya:
a.       Najis mughalladhah (najis berat)
Ialah najis anjing dan babi dan keturunanya.
Cara mensucikanya, membasuh 7 kali dengan air salah satunya dengan menggunakan dicampur dengan debu.
b.      Najis mukhaffafah (najis ringan)
Ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali air susu ibunya.
Barang yang terkena najis mukhaffafah , cukup diperciki air pada tempat yang terkena najis tersebut.
c.       Najis mutawassithah (najis sedang)
Ialah najis yang selain dari najis mughalladhah dan mukhaffafah, artinya diantara kedua najis tersebut, seperti segala sesuatu yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi 2, yakni: najis ‘ainiyah (najis yang nampak/berwujud) dan najis hukmiyah (najis yang tidak kelihatan/nampak bendanya) .
Cara menghilangkanya, dibasuh sekali asal sifat-sifat najisnya (warna,bau dan rasanya) hilang. Adapun dengan cara tiga kalicucian atau sirman lebih baik.[3]
D.      العو راة  (‘aurot)
Batasan-batasan aurot bagi seorang laki-laki yakin antara puser sampai lutut. Sedangkan bagi seorang perempuan yakni semua anggota badan, kecuali wajah dan kedua tgelapak tangan.[4]


DAFTAR PUSTAKA

1.      Abdul Jabar, Umar. (tanpa tahun).  مبادىء الفقهية الجزء الأول. Surabaya: (tanpa penerbit).
2.      Sabiq, Sayyid. 1971. Fikih Sunnah I. Bandung: PT. Al Ma’arif.
3.      Rifa’i Mohammad. 2009.  Risalah Tuntunan Sholat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Cet 363.


[1]  Umar abdul jabar.  مبادىء الفقهية الجزء الأولHlm. 5
[2]  Sayyid sabiq. Fiqih sunnah, hlm. 41
[3] Moh. Rifa’i. Risalah tuntunan sholat lengkap, PT. Karya toha putra, Semarang, Hlm: 14
[4] Umar abdul jabar, Op.cit., hlm. 5-6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent

Comments

About